Pagi di tanggal 28 July kemarin, gue terdampar secara illegal di bandara Changi. Bukan illegal karena gue nggak punya paspor atau gue diselundupin di koper, tapi illegal karena seharusnya waktu itu gue ada di BINUS buat ngikutin english class karena nilai TOEFL dibawah rata-rata. Tapi nggak apa-apa, berhubung english class setelah FEP itu nggak pengaruh ke point-point mahasiswa, gue tau mana yang harus di pioritaskan. That's why I call this an escape, bruh..
![]() |
Ma stuff. Get ready for the escape. |
Skuad yang melarikan diri ke Singapore ini sendiri cuma 3 orang: gue, kakak, dan nyokap. Sementara ayahanda tidak mengikuti agenda pelarian ini. Pelarian ke Singapore ini murni dalam rangka jalan-jalan, murni karena kami telah jenuh dengan polusi udara ibukota tercinta, Jakarta.
****
Karena pesawat gue pesawat pagi, gue terdampar di bandara Soekarno Hatta terminal 3 jam setengah 6 pagi, terbang sekitar jam 7 pagi, dan sampe di bandara Changi sekitar jam setengah 9 pagi. Baru sampe tempat pemeriksaan bandara, ada sesuatu yang berbunyi di bagian tubuh gue. Ternyata bunyi itu disebabkan oleh ikat pinggang, gue disuruh menepi dan diperiksa lebih lanjut. Gue kemudian diajak ngomong bahasa Mandarin sama petugas Changi. Gue dikira turis asal China, kampret. Mungkin gue keliatan kayak Andy Lau dimatanya. Setelah melalui beberapa pengecekan lagi, gue naik MRT menuju hotel. Hotel gue letaknya ada di distrik Little India, deket sama distrik Bugis. Semua koper yang gue, kakak gue dan nyokap gue bawa, kami bawa masuk ke MRT menuju Little India.
Naik MRT itu ternyata melelahkan, sobat. Harus antri buat isi saldonya, harus transit sana sini, sampe di dalem MRT nya pun belum tentu bisa duduk. Gue agak bingung sebenernya, kenapa banyak pengguna MRT di singapore yang tetep berdiri walaupun ada beberapa bangku yang kosong. Padahal, bangkunya bukan bangku yang dikhususkan buat orang tua atau anak-anak. Tapi nggak apa-apa, dat cool, $ingaporeans.
Sama seperti namanya, Little India adalah distrik dihuni banyak orang keturunan India. Bukan keturunan sih, tapi memang orang India yang tinggal di Singapore, mungkin. Hotel kami sendiri terletak dekat dengan cinema yang ada di Little India. Dan seperti yang sudah diketahu, orang India kalau ngomong bahasa Inggris itu agak lucu. Aksennya aksen chaiya-chaiya, gue yang denger jadi pingin joget. Kayak di film-film Bollywood gitu, ketemu pager joget.. ketemu pohon joget.. lagi makan joget.. ah, dasar roti canai.
Karena waktu itu kami datang sebelum jam 2 siang, maka kami belum bisa check in masuk ke kama hotelnya. Sentosa Island pun menjadi pelarian kami, dan MRT a.k.a Mass Rapid Transit kembali menjadi andalan. jeng-jeng..
![]() |
Peace |
Yang namanya Sentosa Island, pasti erat kaitannya dengan Universal Studio. Belum lumrah, kalau ke Universal Studio tapi belum ke Sentosa Island. Eh.. kebalik, belum lumrah kalau ke Sentosa tapi nggak ke Universal. Entah masuk ke dalam Universalnya, atau cuma sekedar foto di lambang bumi yang ada tulisan Universalnya. Percayalah, sobat, nyari pose foto yang sempurna di depan lambang bola bumi Universal Studionya itu nggak gampang. Karena lambang buminya muter terus, maka gue harus menunggu untuk bisa mendapatkan pose dengan background bumi bertuliskan universal di spot yang tepat. Belum lagi nanti banyak turis dari Korea sama China yang suka nyelonong dan merusak backgroud buminya. Huh...
Selain Universal Studio, masih ada beberapa tempat lagi yang kami kunjungi di Sentosa. Entah itu Candylicious, ataupun tempat-tempat di Sentosa yang harus membuat kami naik MRT lagi. Sentosa itu tempatnya cukup asik, dan panas. Di sana gue nyoba masuk ke Casino, tapi sayangnya gue belum cukup umur. Gue masih 18, dan minimal usia yang boleh masuk ke Casino disana itu 21 tahun. Sialan...
Setelah kurang lebih 3 jam di Sentosa, kami melanjutkan perjalanan ke Clark Quay, naik MRT lagi pastinya. ![]() |
menuju Clark Quay.. |
Clark Quay adalah dermaga pinggir sungai yang diisi cukup banyak restoran dan beberapa club. Jadi, bisa dibilang Clark Quay ini hidupnya di malam hari. Night lifenya emang cukup kerasa, walalupun bisa dibilang club malamnya nggak se-jedag jedug club malam di Khaosan Road, Bangkok. Waktu pertama kali sampe di Clark Quay, yang kami lakukan adalah duduk-duduk di pinggiran sungai sambil menikmati udara Singapore. Bisa dibilang, langit di Singapore lebih terang daripada langit Jakarta. Kalau jam 6 sore di Jakarta udah gelap, di Singapore jam 7 lewat baru gelep.
Clark Quay ini emang asik banget buat dijadiin tempat menenangkan diri di sore hari. Kalau di sinetron-sinetron FTV khas Indonesia, Clark Quay ini tempat yang cocok buat dijadikan pelarian tokoh utama cewek yang lagi ngambek sama cowoknya buat menenangkan diri sambil melihat sungai. Ada juga beberapa kapal yang melintasi sungai ini, gue sendiri nggak tau darimana dan mau kemana kah kapal itu berjalan. Yang gue tau, sungai di Clark Quay ini nggak sekeruh sungai di Jakarta. Kalau di Jakarta kan, sungai-sungai begini biasanya di jadiin tempat mandi sama anak-anak yang rumahnya di bantaran kali. Lagi asik-asik mandi, tau-tau anunya dihinggapi sama ikan sapu-sapu. Hih..
Setelah hampir satu jam duduk-duduk menikmati oksigen sore hari Singapore, kami melanjutkan perjalanan mengitari tempat-tempat yang ada di Clark Quay. Bisa dibilang, night life di Clark Quay emang cukup kerasa. Mungkin, bisa dibilang Clark Quay itu tempat yang cukup bergengsi. Semacam PIK nya Singapore, mungkin. Jadi selain bisa merasakan night life, di Clark Quay ini kita juga bisa wisata kuliner. Tapi ya begitu lah, harga makanannya kurang bersahabat.
![]() |
Good Night, Clark Quay.. |
Sampai cukup malam, kami masih ada di Clark Quay sebelum akhirnya pulang ke Little India dengan kembali menggunakan MRT. Hari pertama di Singapore itu pun berjalan cukup menyenangkan, dan melelahkan. Sampe di hotel gue nggak langsung tepar tapi. Keren kan. Ya begitulah hari itu berakhir. Karena kami bakalan disini selama 4 hari, maka gue masih punya waktu 3 hari lagi buat explore this country. Yak mari kita lihat apa saja yang bisa kita dapatkan di negri tetangga ini....
0 Comments