Last Day in Singapore, Dapet Taksi itu Susah!


Setelah 3 hari berada di Singapore, di hari keempat gue dan kedua wanita itu akhirnya kembali ke Jakarta. Kembali ke ibukota tercinta, kembali bergulat dengan kemacetan lalu lintas, kembali menghirup polusi udara ibukota. Ah, sudahlah. Seminggu setelah gue kembali ke Jakarta, gue denger kabar ada teroris di Batam yang mau meluncurkan roket ke Marina Bay Sands. EH Buset?!

Tapi seenggaknya, di hari terakhir itu gue, kakak, dan nyokap menjadi saksi hidup... betapa sulitnya kami mendapatkan taksi di Singapore. Taksinya banyak, nyetopinnya susah. 




Agenda kami di hari terakhir itu adalah.. jajan di Bugis, mampir ke Haji Lane, dan kembali ke bandara Changi di siang menjelang sore hari dan terdampar di Jakarta di malam hari. Uhuy..

Pagi hari, kami terdampar di food court yang terletak di Bugis. Berhubung distrik Little India dan distrik Bugis itu cuma perlu naik satu station MRT, maka kami memulai pagi itu dengan cukup santai. Di food court yang ada di Bugis itu, macam-macam makanan khas beberapa negara tersedia. Ada makanan yang khas India, ada yang khas Indonesia, Khas Cantonese, dan lain sebagainya. Yang jadi perhatian gue waktu itu adalah antrian panjang di tempat sup ikan hiu dan kue wortel (carrot cake). Karena antriannya cukup panjang, nyokap gue iseng-iseng ngebeli carrot cake, awalnya gue kira enak tapi ternyata.... biasa aja. Standard. Entah karena lidah gue yang emang nggak srek atau emang carrot cake nya yang standard, gue nggak tau.

Setelah nyobain kuliner di Bugis, kami selanjutnya mengitari Bugis Street. Konon katanya, barang-barang yang ada di Bugis Street ini harganya bersahabat semua. Dan ternyata benar kawan-kawan, Bugis Street ini mirip pasar pagi nya Singapore. Mungkin kalau di Bandung-kan, Bugis Street ini semacam "jalan dago" nya Singapore. Disana, kakak gue beli beberapa baju dan nyokap gue beli cokelat. Harga cokelat di Bugis sendiri bisa dibilang salah satu yang paling bersahabat.Kit Kat nya kek, M&M nya kek, atau pun toblerone nya. Nyokap gue pun agak sedikit nyesel karena kemarinnya sempet beli cokelat juga di area Orchard. Gue sendiri keluar dari Bugis Street dengan celana dan kacamata baru. 


new glasses brotha..
Sekitar jam 12 siang, kami melanjutkan perjalanan dari Bugis Street menuju Haji Lane. Haji Lane sendiri adalah sebuah gang di area Bugis yang konon katanya tembok-temboknya dipenuhi dengan gravity yang asik buat diajak foto. Disana juga ada beberapa tempat nongkrong semacam cafe dan tempat shopping, sih. Tapi tujuan kami ke situ cuma untuk berburu foto. 


Dibawah teriknya sinar matahari di negri tropis, kami berjalan mencari Haji Lane. Waktu udah nyampe Haji Lane, ternyata tembok-tembok yang banyak gravitynya itu adanya disudut jalan. Kami harus berjalan menuju sudut jalannya lagi. Berbagai cara kami halalkan untuk bisa sampai ke sudut jalan itu, mulai dari insting sok tau sampai dengan bertanya ke orang India yang jaga toko selendang. Hingga akhirnya... kami tiba di sudut jalan Haji Lane itu dengan peluh yang menetes dan kulit yang legam terbakar sinar sang mentari.



peace is my religion
Setelah berhasil foto-foto, sekitar jam 2 kami kembali ke our hotel yang terletak Little India buat packing. Sekitar jam setengah 3 lewat, kami sampai di hotel. Karena waktunya agak mepet dan kakak gue udah agak capek, perjalanan dari Little India ke Changi yang awalnya direncanakan ditempuh via MRT berubah jadi via taksi. Ternyata, dapetin taksi di Singapore itu susah, kawan! Pesawat kami terbang jam setengah 5, dan sekitar jam setengah 4 kami masih belum dapet taksi. Entah waktu itu kami emang lagi sial, atau taksi di Singapore itu emang susah didapetin, yang jelas waktu itu gue menjadi saksi nyata betapa sulitnya nyetopin taksi di Singapore. 

Di deket station MRT Little India ada halte tunggu taksi. Dari jam 3 kami nunggu, sampe jam setengah 4 nggak ada taksi yang nongol. Kakak gue pun berinisiatif buat nyetopin taksi yang lalu lalang, tapi tak ada satu pun taksi yang berhenti. Bukannya nggak ada taksi, ada sih banyak... tapi nggak ada yang mau stop. Kalau di Jakarta kan, kita cuma perlu melambaikan tangan... lalu taksi berhenti, lalu kita naik taksi dan sampai tujuan, dan hidup bahagia selamanya. Tapi kalau di Singapore, udah dilambai-lambaiin tangan pun taksinya tetep melaju kencang. Masih juga jual mahal. 

Akhirnya kakak gue pergi kembali ke dekat hotel buat nyetopin taksi. Sementara gue dan nyokap duduk di tempat tunggu taksi. Mungkin taksi di jalan raya terlalu jual mahal, makanya kakak gue berinisiatif buat nyetopin taksi yang bukan di jalan raya. Tapi ternyata tetap... taksinya susah disetopin. Gue sampe bolak-balik dari tempat tunggu taksi ke area hotel yang emang nggak begitu jauh buat membantu kakak gue ngedapetin taksi. Tapi tetep aja taksi di sana begitu sulit ditaklukkan. Gue mulai curiga kami akan ditinggal terbang pesawat...

Hingga pada akhirnya, kakak gue melihat sebuah taksi yang stop di depan restoran. Taksi tersebut ditinggal pergi sopirnya yang lagi buang air kecil di wc dekat restoran situ. Waktu si sopir selesai kencing, kakak gue langsung bicara pake bahasa mandarin sama si om sopir dan menjelaskan segala perkaranya. Sopir tersebut akhirnya mengerti dan memberi tumpangan. Akhirnya! Dapet taksi! Karena waktunya udah cukup mepet, gue disuruh kakak gue kembali ke tempat tunggu taksi buat ngasih tau nyokap kalau doi udah berhasil dapet taksi. Kakak gue naik taksi tersebut, dan taksi tersebut akan menghampiri gue dan nyokap di tempat tunggu taksi. Begitu rencana awalnya, tapi...

Tapi setelah duduk di tempat tunggu taksi dan menunggu kakak gue, taksi yang dinaiki kakak gue itu tak kunjung datang. Gue sampe beberapa kali bolak-balik dari tempat tunggu taksi ke area ditemukannya taksi tersebut, tapi nggak ada apa-apa. Taksi itu emang udah jalan, tapi nggak tau jalannya kemana, kakak gue nggak muncul setelah sekitar 15 menit dia naik taksi. Gue mulai panik... jangan-jangan...JANGAN-JANGAN DIA DICULIK SOPIR TAKSI! Asli, kalau ngeliat rute, seharusnya taksi itu sampe ditempat tunggu taksi kurang dari 5 menit. Tapi setelah 15 menit-an, taksi itu tak kunjung datang. 

Jangan-jangan kakak gue diculik. Jangan-jangan sopir taksi itu agen penjual organ tubuh yang nyamar jadi sopir taksi. Jangan-jangan taksi itu taksi curian. Jangan-jangan sebenarnya sopir taksi itu adalah kakak gue sendiri. AKHH! Gue bisa gila memikirkan itu semua.... 

Ditengah lamunan dan konspirasi liar gue tentang kakak gue dan sopir taksi itu, tiba-tiba datang taksi yang tadi dinaiki kakak gue ke tempat tunggu taksi dimana  gue dan nyokap sedang terduduk. Ternyata, kakak gue nggak diculik, tapi dia salah nyebutin tempat tunggu taksi. Seharusnya di nyebut tempat tunggu taksi Mackenzie, tapi dia nyebut jadi tempat tunggu taksi Little India. Akhirnya mereka berdua muter. 

Sekitar jam 4 lewat 10, kami sampe di Changi. Dan sekitar jam 6 sore, akhirnya kami tiba di bandara Soekarno Hatta dan hidup bahagia selamanya. Sampe di rumah gue masih nggak paham, apa cara kami nyetopin taksi di Singapore yang salah, atau taksi di Singapore emang susah disetopin. Ah, sudahlah..

Post a Comment

0 Comments