Semasa sekolah dulu, secara general, kita pasti memiliki beranekaragam jenis teman. Ada teman yang setiap ulangan selalu ngakunya nggak belajar tapi tiba-tiba dapet bagus sendiri, ada juga temen yang setiap ulangan ngakunya sudah belajar keras tapi nilainya tetap aja jelek. Ada teman yang nilai akademiknya jauh lebih bagus dari nilai non akademiknya, ada juga yang non akademiknya lebih bagus jauh dari akademiknya. Ada juga teman yang selalu menasehati kita perihal asmara, tapi dia malah jadian sama orang yang sering kita curhatin, teman makan teman.
Tapi disamping itu semua, kita pasti memiliki satu teman yang pendiam dan nggak banyak bicara. Entah nggak ada yang mau berbicara dengannya, atau dia sendiri yang terlalu menutup diri. Kita pasti punya teman semacam itu, pasti..
![]() |
buku tahun |
Kemarin entah mengapa gue tiba-tiba iseng ngeliat yearbook SMA. Mungkin sekitar 20 menit halaman demi halaman gue balik dan gue resapi, ada rasa rindu untuk kembali memakai celana abu yang agak kebesaran itu. Agak berlebihan memang, padahal baru setahun jadi alumni. Nggak terlalu kerasa men, sekarang udah di pertengahan tahun. Rasanya baru kemarin tahun baruan dan menikmati suasana sebagai mahasiswa semester satu, sekarang udah mau UAS sebagai mahasiswa semester dua aja.
Lembar demi lembar gue balik, sampai pada akhirnya ada sebuah halaman yang membuat gue berhenti menatapnya dengan cukup lama. Sebuah senyum mulai mengembang, ada sebuah kenangan yang mulai kembali bermain. Halaman tersebut mengingatkan gue tentang sebuah kisah di kelas 12 dulu. Sebuah kisah pertemanan, sebuah kisah tentang "Year Book" dan seorang teman pendiam yang nggak banyak ngomong...
***
2015, Pertengahan semester 1 kelas 12.
Semasa sekolah dulu, gue punya seorang teman yang pendiam dan nggak banyak ngomong. Sebut saja namanya Mikel, bukan nama sebenarnya. Nama sebenarnya sih, tapi diplesetin dikit. Kulitnya putih, kepalanya bulat, agak gendut tapi nggak gendut-gendut amat, matanya sipit. Semasa SMA, gue selalu sekelas sama dia. Gue nggak tau dengan jelas kenapa dia memilih untuk menjadi pendiam dan kurang membaur dengan yang lain. Pernah sekali waktu gue kelas 10 gue mencoba untuk ngecengin dia selama beberapa hari agar dia jadi pusat perhatian dan mungkin bisa berbaur, tapi dia malah marah dan membentak gue dengan cukup keras. Cukup keras, untuk membuat seluruh kelas terdiam saat pelajaran BP.
Suatu hari di semester 1 kelas 12, Mikel nggak masuk selama beberapa hari tanpa pemberitahuan yang jelas. Ketika gue dan teman-teman gue yang lain dipusingkan dengan masalah pendaftaran universitas, wali kelas kami dipusingkan dengan ulah Mikel yang perlahan menghilang tanpa kabar. Hingga akhirnya suatu hari wali kelas gue masuk ke kelas dan menyampaikan sebuah pengumuman yang bernada sendu, kurang lebih pengumumannya seperti ini..
"Teman kalian, Mikel, sudah nggak masuk beberapa hari. Katanya dia mau mengundurkan diri, dia nggak tahan sama pelajaran Akuntansi."
Kelas yang awalnya cukup tenang kemudian menjadi sangat tenang sebelum akhirnya menjadi ribut. Spekulasi demi spekulasi yang melahirkan sebuah teori konspirasi pun tercipta. Wali kelas gue kala itu mengajak kami semua untuk membujuk Mikel agar kembali masuk sekolah.
"Kalau bisa, kalian ini kan temennya, bujuk dong si Mikel biar kembali ke sekolah."
Ada perasaan sedih, ada perasaan iba, ada juga perasaan yang biasa aja. Gue nggak habis pikir, betapa menakutkannya aktiva dan pasiva sampai-sampai dapat membuat Mikel berpikir untuk berhenti sekolah. Namun nyatanya, meskipun wali kelas telah melakukan tindakan persuasif agar kami membujuk Mikel, di hari itu nggak ada satu orang pun dari kami yang mengetuk pintu rumahnya untuk membujuk dia.
Sampai suatu siang di hari Jumat, terkumpul lah beberapa orang dari kami yang memiliki niat baik untuk membujuk Mikel. Di paginya sendiri, wali kelas kami memang kembali melakukan tindakan persuasif secara verbal agar kami membujuk teman kami tersebut. Jumat siang itu, setelah pulang sekolah, terkumpul lah sejumlah orang mungkin sekitar 8 orang, gue nggak begitu ingat. Yang gue ingat cuma sekumpulan orang itu berisi satu wanita dan sisanya pria. Siapa sangka, sekumpulan orang itu memiliki niat baik. Ppada Jumat siang itu, terkumpul sejumlah orang yang ingin kembali membujuk temannya yang hilang harapan untuk dapat kembali bersekolah.
Dan gue, gue masuk kedalam sekumpulan orang itu.
![]() |
keren juga.. |
Sebut saja kami sekumpulan orang itu sebagai FPM, Front Pembela Mikel. Kami akan melakukan yang terbaik untuk dapat membangkitkan semangat Mikel dan membawa Mikel kembali ke sekolah kami yang tercinta. Maka dimulai lah perjalanan kami sepulang sekolah itu. Dibawah terik matahari di Jumat siang sepulang sekolah, dengan menggunakan beberapa motor kami mulai mencari rumah Mikel.
Ada sebuah permasalahan yang kemudian timbul diawal perjuangan kami. Permasalahannya adalah... kami nggak tau dimana rumah Mikel, bahkan nomor handphone dia pun kami nggak punya. Tapi perjuangan FPM tentu tidak hanya disitu. Dengan modal "ingat-ingat" rumah Mikel dari salah seorang dari kami, kami memulai perjalanan mencari Mikel.
Ada gosip yang beredar kalau rumah Mikel berlokasi didekat sekolah negri, ada juga yang bilang kalau rumah Mikel pagarnya berwarna pink, ada juga yang nggak punya informasi apa-apa, kayak gue. Setelah melakukan perjalanan masuk keluar gang, kami terdampar di depan sebuah rumah yang kami curigai adalah rumah Mikel.
Satu hal yang sangat membuat kami yakin kalau rumah tersebut adalah kediaman Mikel adalah karena di depan rumah tersebut tergantung sebuah seragam yang kami curigai merupakan seragam sekolah kami. Maka dari itu, kami memberanikan diri untuk memencet bel rumah tersebut. Saat penghuni rumah keluar, kami lalu bertanya Apakah kediaman tersebut benar merupakan kediaman Mikel atau bukan. Dan dia menjawab... menjawab... menjawab... bukan.
Teman gue merasa cukup aneh, karena dia cukup yakin kalau rumah tersebut benar rumah Mikel, tapi penghuni yang keluar malah mengatakan kalau dia tidak mengenal Mikel. Dengan insting pecinta film thriller-mystery, gue mulai membayangkan skenario terburuk. Biasa aja, Mikel ini akan menjadi korban Human Trafficking. Biasa aja, karena dia pendiam dan tak memiliki banyak teman, keluarga dia ingin menjual organ tubuhnya? Biasa aja, rumah yang tadi itu adalah rumah Mikel dan organ tubuh Mikel sudah dibungkus di dalam freezer? Dan bisa aja, gue terlalu banyak berfantasi.
![]() |
tebak yang mana dia.. |
![]() |
tebak dia yang mana.. |
![]() |
bunga ini sungguh harum.. |
Kami tentu tidak menyerah sampai disitu. Kami, dengan rasa solidaritas, kembali memutar otak untuk menemukan rumah Mikel dan mengembalikan dia ke sekolah. "Itu juga kalau organ tubuhnya masih utuh", pikir gue. Tapi gue percaya organnya masih utuh, dan gue yakin kalau kami bisa membawanya kembali. Kami bisa, pasti bisa.
Tiba-tiba terbesit sebuah ide jenius di benak salah seorang dari kami. Salah seorang dari kami memberi saran,
"Kenapa kita nggak liat Yearbook SMP aja buat tau alamatnya Mikel?"
Crot, crot, crot. Gue menatap langit. Betapa bodohnya, kenapa kita nggak menggunakan cara itu dari tadi.
Akhirnya, berlandaskan ide jenius itu, kita pergi ke rumah salah seorang dari kami terlebih dahulu untuk mengambil Yearbook SMP dan mencari alamat rumah Mikel. Setelah ditemukan, kami langsung bergegas menuju alamat yang kebetulan tidak jauh dari posisi kami saat itu. Dengan harapan dia belum pindah rumah, terdampar lah kami di depan sebuah rumah yang ditunjukkan alamat tersebut.
Beberapa saat kemudian, kami mengetuk pintu untuk mencari pemilik rumah. Beberapa saat kemudian, muncul sesosok manusia yang sangat familiar dari dalam rumah tersebut. Sesosok manusia yang sepertinya sedang kami cari dari tadi. Ya, dia adalah Mikel. Ternyata, ini benar rumah Mikel. Ternyata, rumah mikel warna pagarnya bukan pink seperti kata teman gue tadi.
Nggak lama kemudian, kami masuk kedalam rumah tersebut. Kami bertanya kenapa dia takut sama akuntansi? Kenapa dia nggak mau sekolah lagi? Kenapa dia harus pergi? Kenapa dia harus meninggalkan kami? Kenapa warna pagar rumahnya bukan pink? Ternyata, pagar rumahnya sudah ganti warna karena di cat.
Kami berusaha sebisa mungkin untuk meyakinkan dia. Kami berusaha untuk membuat dia merasa tidak sendirian. "Kalau lu pindah sekolah ke Palembang, emang lo kira di sekolah lo yang baru nanti itu nggak ada Akuntansi? Tetap ada kali, malah lebih susah" kata salah seorang teman gue. Dengan wajah polos dan sedikit murung, Mikel berkata, "Oh iya, ya". Dan dengan wajah yang tidak murung, gue berkata dalam hati "DIALOG MACAM APA INI?!"
Sekitar setengah jam kami berada di dalam rumah Mikel. Sepintas, ada keyakinan dalam diri kami kalau dia akan kembali ke sekolah. Keyakinan ini bukan keyakinan yang tidak berdasar, keyakinan ini didasari dengan janjinya sendiri yang menyatakan kalau dia akan kembali bersekolah dan mengurungkan niatnya untuk pindah ke Palembang. Ada perasaan senang dalam diri kami, usaha keras kami ternyata tidak berakhir sia-sia.
Beberapa saat sebelum mengakhiri pembicaraan dengan Mikel dan pergi meninggalkan rumahnya yang warna catnya bukan pink itu, kami mengumpulkan tangan ke di tengah kayak orang-orang lagi turnamen futsal begitulah. Kami berusaha untuk menyemangati diri kami dan Mikel dengan genggaman tangan kebersamaan itu. Seketika, belasan tangan terkumpul saat itu. Tiba-tiba, entah siapa yang nyuruh, Mikel mengangkat tangannya dari kumpulan genggaman tangan tersebut seraya berkata...
"Mikel, Comeback!"
Demi apapun, nggak ada yang nyuruh dia buat ngomong kayak gitu. Dia sendiri yang ngomong kayak begitu. Spontan, kami langsung tertawa geli bersama-sama. Tawa tersebut nyatanya merupakan tawa yang cukup bersejarah, karena tawa tersebut adalah tawa yang membawa Mikel kembali ke sekolah. Beberapa hari setelah kunjungan itu, Mikel kembali ke sekolah bersama kami dan pada akhirnya lulus UN bersama kami.
***
Sebuah putaran kenangan semasa SMA tentang yearbook dan teman pendiam yang terputar kembali sekarang perlahan mulai berhenti. Hari itu, mungkin adalah hari yang berarti bagi kami dan Mikel. Banyak hal yang dapat kami pelajari di hari itu. Pertama, ketika teman kalian merasa putus asa, kalian harus bisa membuat dia merasa kalau dia tidak sendirian. Kedua, ternyata yearbook bisa membantu kita untuk menemukan alamat teman kita yang kita tidak tahu. Ketiga, ternyata warna pagar rumah Mikel bukan pink.
0 Comments