Ngacir ke Malaysia tentu 'nggak asik' rasanya kalau cuma main di daerah Kuala Lumpur atau sekitarnya aja. Trip pulang hari keluar Kuala Lumpur pun bisa menjadi solusi yang cukup asik, selama tempat yang kita kunjungi itu sendiri bisa menawarkan daya eksplor atau suasana yang menarik. Untuk itu, di hari ke 3 gue beserta kakak dan nyokap ngacir ke... Melaka.
Melaka adalah negara bagian di Malaysia yang kotanya diakui UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia atau World Heritage City. Jarak dari Kuala Lumpur ke Melaka sendiri cuma memakan waktu sekitar 2 jam ditempuh dengan bus dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS).Trip ke Melaka merupakan trip yang cukup asik karena suasana dan atmosfer di Melaka ataupun night market Jonker Streetnya yang memang kerasa banget budayanya.
Ngacir 6 Hari ke Malaysia Hari ke 3:
Sabtu pagi ketika Jalan Alor dibasahi hujan itu, gue terbangun sekitar jam 6 pagi. Cukup pagi memang, karena target kami sendiri adalah sampe di terminal bus TBS jam 7 pagi. Setelah semuanya siap, kami keluar hotel sekitar jam setengah 7 pagi setelah mendapatkan grab dan sampai di TBS sesuai perkiraan.
Sampai di TBS, kami memesan tiket bus ke melaka untuk 3 orang yang ternyata akan berangkat jam 8 pagi waktu setempat. Kami pun terdampar di ruang tunggu TBS untuk meunggu bus tersebut. Jadwal kedatangan busnya sendiri terbilang cukup keren, karena ternyata busnya benar-benar berangkat di jam 8 pagi. Awalnya gue kira jam 8 pagi busnya baru sampe, terus berangkatnya ngaret, tapi ternyata bus udah nyampe di jam 8 kurang dan berangkat di jam 8 pas.
Rintik hujan yang tidak konsisten menemani perjalanan gue dan penumpang lainnya di dalam bus yang mayoritas turis asing. Waktu berangkat gerimis, sampe di satu titik hujan berhenti lalu sampai ke titik lainnya hujan lagi, lalu berhenti lagi, lalu gerimis lagi. Mungkin langit KL dan Melaka waktu itu sedang berkonspirasi untuk menjadi php, pemberi hujan palsu.
Sekitar 2 jam perjalanan, kami akhirnya sampai di terminal Melaka Sentral. Sialnya, ternyata disana turun gerimis. Sungguh miris. Di melaka sentral sendiri ternyata juga merangkap sebagai pusat perbelanjaan yang mungkin bisa dikategorikan sebagai trade mall. Sambil menunggu gerimis dan mencari cara untuk bisa ke situs World Heritage City itu, kami terduduk di Subway Melaka Sentral. Sekalian sarapan..
Entah kenapa, subway disini rasanya kurang nendang. Kalau dibandingin sama subway di Singapore kayak di mall Anchoir Point, nggak ada rasa yang cukup 'wow' dari subway disini. Entah menunya berbeda, atau faktor roti, tapi yang gue ingat dulu saat 'nyabwe' di SG, gigitan pertama langsung membuat hati terasa tenang, senang, dan tercengang. Gigitan pertama saat nyabwe di SG dulu bisa bikin gue yang gigit sambil nutup mata mungkin tiba-tiba membuka mata dan menyebutkan semua resep daging dan saus yang ada di dalam roti kayak di film kartun Cooking Master Boy.
Setelah nyabwe, kami memesan grab untuk bisa tiba di World Heritage City. Sepanjang perjalanan ke World Heritage City itu sendiri, di kanan kiri sepanjang jalan selalu gue temukan bendera Melaka berdampingan dengan bendera Malaysia. Benderanya kayak gabungan antara bendera Indonesia di kanan dengan bender yang diatasnya berwarna biru dengan gambar bulan sabit dan bintang.
Setelah beberapa saat kemudian, mulailah terlihat bangunan-bangunan berwarna seperti pink, tapi warnanya kalem dan nggak norak. Itu adalah warna khas Melaka, semacam warna merah klasik. Dan.. akhirnya tibalah kami disalah satu World Heritage City, mantan kolonialismenya Belanda.
Kota Tua Melaka
Melaka adalah negara bagian di Malaysia yang kotanya diakui UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia atau World Heritage City. Jarak dari Kuala Lumpur ke Melaka sendiri cuma memakan waktu sekitar 2 jam ditempuh dengan bus dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS).Trip ke Melaka merupakan trip yang cukup asik karena suasana dan atmosfer di Melaka ataupun night market Jonker Streetnya yang memang kerasa banget budayanya.
Ngacir 6 Hari ke Malaysia Hari ke 3:
Malacca, World Heritage city
Sabtu pagi ketika Jalan Alor dibasahi hujan itu, gue terbangun sekitar jam 6 pagi. Cukup pagi memang, karena target kami sendiri adalah sampe di terminal bus TBS jam 7 pagi. Setelah semuanya siap, kami keluar hotel sekitar jam setengah 7 pagi setelah mendapatkan grab dan sampai di TBS sesuai perkiraan.
Sampai di TBS, kami memesan tiket bus ke melaka untuk 3 orang yang ternyata akan berangkat jam 8 pagi waktu setempat. Kami pun terdampar di ruang tunggu TBS untuk meunggu bus tersebut. Jadwal kedatangan busnya sendiri terbilang cukup keren, karena ternyata busnya benar-benar berangkat di jam 8 pagi. Awalnya gue kira jam 8 pagi busnya baru sampe, terus berangkatnya ngaret, tapi ternyata bus udah nyampe di jam 8 kurang dan berangkat di jam 8 pas.
Rintik hujan yang tidak konsisten menemani perjalanan gue dan penumpang lainnya di dalam bus yang mayoritas turis asing. Waktu berangkat gerimis, sampe di satu titik hujan berhenti lalu sampai ke titik lainnya hujan lagi, lalu berhenti lagi, lalu gerimis lagi. Mungkin langit KL dan Melaka waktu itu sedang berkonspirasi untuk menjadi php, pemberi hujan palsu.
Sekitar 2 jam perjalanan, kami akhirnya sampai di terminal Melaka Sentral. Sialnya, ternyata disana turun gerimis. Sungguh miris. Di melaka sentral sendiri ternyata juga merangkap sebagai pusat perbelanjaan yang mungkin bisa dikategorikan sebagai trade mall. Sambil menunggu gerimis dan mencari cara untuk bisa ke situs World Heritage City itu, kami terduduk di Subway Melaka Sentral. Sekalian sarapan..
![]() |
nyabwe di melaka |
Setelah nyabwe, kami memesan grab untuk bisa tiba di World Heritage City. Sepanjang perjalanan ke World Heritage City itu sendiri, di kanan kiri sepanjang jalan selalu gue temukan bendera Melaka berdampingan dengan bendera Malaysia. Benderanya kayak gabungan antara bendera Indonesia di kanan dengan bender yang diatasnya berwarna biru dengan gambar bulan sabit dan bintang.
Setelah beberapa saat kemudian, mulailah terlihat bangunan-bangunan berwarna seperti pink, tapi warnanya kalem dan nggak norak. Itu adalah warna khas Melaka, semacam warna merah klasik. Dan.. akhirnya tibalah kami disalah satu World Heritage City, mantan kolonialismenya Belanda.
Kota Tua Melaka
Sampe di situs kota tua Melaka, ternyata langit masih turun gerimis. Alhasil kami terpaksa mengeluarkan payung masing-masing. Awalnya kami cumpa punya 1 payung, lalu kemudian terpaksa beli payung di Melaka Sentral tadi 1 dan 1 lagi di sini.
Ada beberapa situs peninggalan yang ada di kota tua ini. Kabarnya, Melaka ini mantan jajahannya Belanda selama 183 tahun, jadi ya kurang lebih karakteristik bangunan kota tuanya agak sama kayak kota tua Jakarta mungkin ya, cuma warnanya lebih punya ciri. Salah satu situs peninggalan yang cukup ikonis adalah Christ Curch Melaka, sebuah gereja berwarna merah klasik.
Ada yang cukup ngekiin ketika sesi ngambil gambar di depan gereja ini. Pertama kali gue nyoba ngambil gambar di depan gereja ini, ternyata gambar gerejanya jadi miring. Kedua kali, gambarnya juga miring. Akhirnya, gue tersadar kalau sebenernya trotoarnya yang agak miring, jadi kalau ngambil foto lurus du trotoar yang miring itu gambar gerejanya yang seakan miring. Hmmm...
Jalan sedikit dari kota tuanya, maka kita akan dapat mengeksplor Jonker Street. Jonker Street adalah jalan yang cukup terkenal di Melaka karena pada malam hari pada setiap weekendnya jalan ini akan sesak karena night marketnya. Maka dari itu, buat yang pingin pergi ke Melaka ini ada baiknya pergi di hari weekend.
Jonker Street Melaka
Atmosfer di jalan Jonker ini menurut gue asik banget. Budayanya bisa kerasa banget, bahasa mandarin dan cantonese mendominasi sepanjang jalan. Meskipun nightmarketnya belum buka di siang hari, tapi jalan ini tetap menarik dan menyenangkan untuk di eksplor di siang hari saat weekend.
![]() |
Statue of Datuk Wira Dr. Gan Boon |
Mulai dari masuk ke toko ini dan toko itu, makan siang, sampe ngopi menjadi aktivitas yang gue lakukan pada siang yang mendung di Jonker Street. Atmosfer yang cukup merepresentasikan budaya tiongkok banget membuat gue cukup nyaman berjalan di sepanang jalan ini.
Melaka ternyata asik banget untuk dieksplor. Kalau jalan lebih jauh lagi, masih ada jalan-jalan lain yang bisa gue temui. Tapi kami nggak memutuskan untuk masuk lebih jauh, kami memutuskan untuk pindah dari Jonker Street ke gereja lainnya yang ada di Melaka yaitu.. gereja St Paul.
Tapi, sebelum berhasil menuju gereja St. Paul, kami terdampar di Street Art. Street Art ini sendiri adalah semacam jalan atau gang yang cukup lebar namun nggak panjang, yang terletak dekat dengan jalan Jonker tadi.
Street Art Melaka
Street Art Melaka ini mungkin bisa dibilang seperti Haji Lane. Ada beberapa lukisan dengan warna warni yang cukup cerah di dinding-dinding bangunan gangnya. Jalan ini sendiri dekat dengan sungai melaka atau melaka river. Jalan ini tidak terlalu panjang, hanya saja cukup lebar dan.... katakan saja photogenic. Yap, tidak banyak hal yang bisa dilakukan di street art ini selain.. foto-foto ala turis.
Setelah foto-foto ala turis, kami melanjutkan perjalanan ke... Gereja St. Paul.
Gereja St. Paul Melaka
Setelah melanjutkan perjalanan, kami kemudian masuk lagi ke area kota tua untuk mencari-cari jalan menuju gereja ST paul. Tiba-tiba ada sebuah papan yang bertuliskan ST. Paul Church dengan tanda panah yang mengisyaratkan jalan keatas. Kami pun langsung naik keatas dengan beberapa anak tangga yang jumlahnya cukup banyak.
Sialnya, gue kebelet kencing saat itu. Tapi karena gue berpikir kalau diatas sana nanti pasti ada wc, maka gue menahan rasa kebelet tersebut sampai akhirnya tiba di Gereja ST. Paul. Dan sialnya lagi, di atas sana ternyata juga nggak ada wc! Karena tanggung udah naik dan turunnya akan ribet lagi, maka gue kembali memutuskan untuk menahan rsa kebelet. Alhasil di sabtu yang masih mendung di kota Melaka, ada seorang turis dengan kemeja pink yang bergulat dengan rasa kebelet kencing.
Gereja ST Paul sendiri sangat berbeda dengan Chist Church Melaka. Gereja ST Paul ini sudah tidak memiliki gedung, atau hanya tinggal semacam kerangka gedungnya saja. Ada beberapa batu semacam prasasti di dalamnya, yang membuat esensi 'kota tua' begitu terasa di tempat ini.
Setelah mengeksplorasi Gereja St. Paul ini luar dalam, akhirnya kami turun dan akhirnya gue menumpang wc di salah satu museum yang nggak jauh dari tangga turun. Akhirnya... selamat jalan urine..
Sekita jam 4 kami sempat gabut dan kembali ke Jonker Street untuk melihat-lihat lagi. Kami sempat cukup lama berada di dalam San Shu Gong, semacam swalayan yang menjual makanan dan minuman khas tiongkok mungkin. Sampai akhirnya jam 5 sore, kami terduduk di kuris depan San Shu Gong. Kami menunggu nightmarket yang baru akan mulai beroperasi di jam 6. Satu jam terduduk melepas lelah, kami sedikit menyinggung tentang turis-turis yang lewat, tentang perbedaan budaya dengan Indonesia, dan tentang hal-hal lainnya. Sampai akhirnya.. night market pun dimulai.
Night Market Jonker Street
Night market Jonker Street ini bisa dibilang sesak abis! Mungkin karena lebar jalan yang cukup berkurang karena pedagang-pedagangnya mulai turun ke sisi jalan, sehingga area jalan jadi agak sempit.
Kami berjalan cukup jauh kedepan, membeli beberapa barang. Baju yang dijual oleh pedagang nightmarket, gantungan kunci buat oleh-oleh, sampai makanan buat perjalanan pulang nanti di bus. Ngomong-ngomong, waktu pulang kami sebenarnya cukup mepet dengan jam operasional night market ini. Karena di tiket bus, kami diharuskan pulang jam 8 malam sedangkan di jam 7 malamnya kami masih asik berjalan penuh sesak di night market ini.
Sekitar jam setengah 8 malam, kami keluar dari nightmarket dan mencari taksi untuk kembali ke Melaka sentral. Cukup sampai disni perjalanan mengeksplor Melaka, mungkin lain kesempatan kalau bisa kembali lagi itu akan menjadi hal yang sangat menyenangkan. Melaka memberi atmosfir yang cukup menyenangkan, esensi bangunan peninggalan Belandanya ada, esensi budaya Tiongkok di Jonker Streetnya pun ada. Demi apapun, asik banget, deh. Di dalam taksi, gue yakin kalau Melaka akan menjadi salah satu kisah yang paling mengundang rindu kedepannya.
Sekitar jam 8 kurang 15 menit kami tiba dan terdampar dengan aman di Melaka Sentral, dan naik bus lalu pulang kembali ke hotel. Sungguh hari yang sangat menyenangkan. Wuh..
Melaka ternyata asik banget untuk dieksplor. Kalau jalan lebih jauh lagi, masih ada jalan-jalan lain yang bisa gue temui. Tapi kami nggak memutuskan untuk masuk lebih jauh, kami memutuskan untuk pindah dari Jonker Street ke gereja lainnya yang ada di Melaka yaitu.. gereja St Paul.
Tapi, sebelum berhasil menuju gereja St. Paul, kami terdampar di Street Art. Street Art ini sendiri adalah semacam jalan atau gang yang cukup lebar namun nggak panjang, yang terletak dekat dengan jalan Jonker tadi.
Street Art Melaka
![]() |
berdiri |
Setelah foto-foto ala turis, kami melanjutkan perjalanan ke... Gereja St. Paul.
Gereja St. Paul Melaka
Setelah melanjutkan perjalanan, kami kemudian masuk lagi ke area kota tua untuk mencari-cari jalan menuju gereja ST paul. Tiba-tiba ada sebuah papan yang bertuliskan ST. Paul Church dengan tanda panah yang mengisyaratkan jalan keatas. Kami pun langsung naik keatas dengan beberapa anak tangga yang jumlahnya cukup banyak.
Sialnya, gue kebelet kencing saat itu. Tapi karena gue berpikir kalau diatas sana nanti pasti ada wc, maka gue menahan rasa kebelet tersebut sampai akhirnya tiba di Gereja ST. Paul. Dan sialnya lagi, di atas sana ternyata juga nggak ada wc! Karena tanggung udah naik dan turunnya akan ribet lagi, maka gue kembali memutuskan untuk menahan rsa kebelet. Alhasil di sabtu yang masih mendung di kota Melaka, ada seorang turis dengan kemeja pink yang bergulat dengan rasa kebelet kencing.
Gereja ST Paul sendiri sangat berbeda dengan Chist Church Melaka. Gereja ST Paul ini sudah tidak memiliki gedung, atau hanya tinggal semacam kerangka gedungnya saja. Ada beberapa batu semacam prasasti di dalamnya, yang membuat esensi 'kota tua' begitu terasa di tempat ini.
Setelah mengeksplorasi Gereja St. Paul ini luar dalam, akhirnya kami turun dan akhirnya gue menumpang wc di salah satu museum yang nggak jauh dari tangga turun. Akhirnya... selamat jalan urine..
Sekita jam 4 kami sempat gabut dan kembali ke Jonker Street untuk melihat-lihat lagi. Kami sempat cukup lama berada di dalam San Shu Gong, semacam swalayan yang menjual makanan dan minuman khas tiongkok mungkin. Sampai akhirnya jam 5 sore, kami terduduk di kuris depan San Shu Gong. Kami menunggu nightmarket yang baru akan mulai beroperasi di jam 6. Satu jam terduduk melepas lelah, kami sedikit menyinggung tentang turis-turis yang lewat, tentang perbedaan budaya dengan Indonesia, dan tentang hal-hal lainnya. Sampai akhirnya.. night market pun dimulai.
Night Market Jonker Street
Night market Jonker Street ini bisa dibilang sesak abis! Mungkin karena lebar jalan yang cukup berkurang karena pedagang-pedagangnya mulai turun ke sisi jalan, sehingga area jalan jadi agak sempit.
Kami berjalan cukup jauh kedepan, membeli beberapa barang. Baju yang dijual oleh pedagang nightmarket, gantungan kunci buat oleh-oleh, sampai makanan buat perjalanan pulang nanti di bus. Ngomong-ngomong, waktu pulang kami sebenarnya cukup mepet dengan jam operasional night market ini. Karena di tiket bus, kami diharuskan pulang jam 8 malam sedangkan di jam 7 malamnya kami masih asik berjalan penuh sesak di night market ini.
![]() |
Nightmarket, ini jam 7 malam di Malaka loh.. |
Sekitar jam 8 kurang 15 menit kami tiba dan terdampar dengan aman di Melaka Sentral, dan naik bus lalu pulang kembali ke hotel. Sungguh hari yang sangat menyenangkan. Wuh..
0 Comments