Pengalaman Solo Traveling Jakarta - Toraja 2018: Rantepao, Kete Kesu, Londa, Patung Yesus, Ollon, Negeri Diatas Awan


Brrr.... ternyata, Toraja di pagi hari itu dingin juga. Setelah 8 jam naik bis malam dari Makassar, akhirnya saya tiba di Rantepao, Toraja Utara. Jam 5 pagi. Sendirian, dengan total agenda solo Traveling 5 hari 4 malam. 1 hari di Makassar saat tiba, 3 hari 2 malam di Toraja, 1 hari balik lagi ke Makassar.

Setelah membulatkan tekad untuk berpetualang sendirian, pada pertengahan 2018, satu hari setelah selesai Ujian Akhir Semester 4, akhirnya saya memilih Toraja sebagai destinasi Solo Traveling. Alasan saya memilih Toraja terbilang cukup sederhana, sesederhana Toraja adalah destinasi domestik yang memang ada di bucket list dan cukup anti mainstream tentunya. Disamping itu, Toraja adalah pelarian yang cukup menarik bagi saya yang niat awalnya ingin Solo Traveling ke Vietnam namun tidak mendapat restu orangtua. Setelah membaca seluruh seri buku The Naked Traveler saat itu, ada keinginan menggebu-gebu untuk solo traveling dan merasakan sensasi ngebolang sendirian.

Toraja ternyata menyenangkan. Terlalu banyak destinasi menarik yang asik buat dieksplor. Mulai dari desa adat, makam adat, salh satu patung Yesus tertinggi di dunia, bukit kapur, negeri diatas awan, sampai budaya ngopi yang begitu kental. Tradisi dan budaya menjadi 2 hal utama yang teramat sangat menarik untuk dieksplor.  

Terbang ke Makassar Dulu, Naik Bis ke Rantepao Kemudian

Untuk bisa sampai ke Toraja, tidak ada direct flight dari Jakarta. Perjalanan harus ditempuh dengan mengunjungi Makassar terlebih dahulu, baru setelahnya menempuh perjalanan darat dengan naik bis. Sebelumnya saya telah membeli tiket bis secara online di website resmi layanan bis tersebut untuk pulang pergi. Untuk bisnya sendiri, tidak ada bis siang ataupun sore, rata-rata bis malam dari Makassar ke Toraja berangkat di jam 9 malam untuk tiba di jam 5 atau 6 pagi. 



Saya berangkat dari Jakarta dengan pesawat pagi ke Makassar. Setibanya di Makassar pada pukul 11 pagi, jujur tidak banyak yang bisa saya lakukan. Destinasi yang saya kunjungi pertama adalah tempat penukaran tiket bis untuk mendapatkan hardcopy-nya. Setelah itu, saya yang awalnya berniat ke benteng Fort Rotterdam di Makassar dengan harapan akan menemukan suasana ikonis yang indah merasa bahwa Fort Rotterdam agak tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Karena saat itu lokasi cenderung sepi, dan benteng-benteng yang ada tidak terlalu bisa dieksplor. Ditambah waktu itu panas, lagi. Jadilah saya hanya sebentar di Fort Rotterdam lalu memutuskan untuk pergi ke Trans Studio Mall Makassar dan menetap disana sampai malam tiba. Setelah malam, barulah saya berangkat menuju tempat bus untuk berangkat dari Makassar ke Toraja.



Hari Pertama: Ketemu Tour Guide dan Berangkat ke Kete Kesu, Londa, sampai Patung Yesus di Makale

Jam 5 pagi saya tiba di Rantepao, Toraja Utara. Ternyata Rantepao bisa dibilang sangat dingin. Saya lalu kemudian turun dari bis lalu menaiki Sitor (semacam becak motor) menuju hotel yang sudah saya booking sebelumnya: Niel Hotel Toraja. Saya tiba di hotel sekitar jam setengah 6 pagi dan, ya, belum bisa check in. Karena tidak mungkin rasanya untuk menunggu berjam-jam di lobi hotel, saya berbincang-bincang sedikit dengan resepsionis hotel. Beruntungnya, sang resepsionis menawarkan saya seorang tour guide kenalannya. Jadi, saya bisa langsung jalan dengan si Tour Guide sedangkan barang dititipkan di hotel sampai ya... bisa check in. 

Setelah berbincang-bincang dengan si Tour Guide tentang destinasi dan harga sampai dirasa cocok, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat di pagi itu. Destinasi kami pada pagi itu adalah Kete Kesu, Londa, Patung Yesus, dan naik ke perbukitan untuk melihat alam Toraja dari ketinggian. 


Kete Kesu

Kete Kesu adalah sebuah desa adat khas Toraja dimana terdapat banyak Tongkongan (rumah adat Toraja) disana. Menarik bagaimana saya mengamati budaya dan tradisi Toraja yang masih melekat dengan sangat ikonis di desa adat ini. Jika mengeksplor lebih dalam, kita akan menemui rumah yang berisi boneka jasad leluhur, dan goa-goa yang terdapat banyak tengkorak. Untuk mengunjungi wisata Kete Kesu dan beberapa wisata lainnya, kita hanya perlu membayar sekitar Rp. 10.000 - Rp. 15.000. Beruntung bagi saya, karena memiliki Tour Guide yang sangat komunikatif dan berwawasan luas sehingga banyak sekali ilmu yang bisa saya dapatkan tentang Toraja mulai dari tradisi sampai budayanya.

Setelah terkesima dengan apa yang saya lihat di Kete Kesu, kami beranjak menuju pemakaman khas Toraja lainnya yakni Londa. Londa adalah sebuah objek wisata yang terletak di desa Uai. Londa adalah sebuah objek wisata yang masih terletak di Toraja Utara berupa Bukit yang memiliki Goa-Goa yang dijadikan tempat pemakaman leluhur dimana didalamnya terdapat tengkorak, peti mati, boneka-boneka imitasi para leluhur. Sangat menarik tentunya bagaimana orang Toraja sangat menghormati leluhurnya dan memiliki tradisi yang begitu kuat dan melekat.

Setelah berkenalan dengan tradisi Toraja terkait pemakaman, saya kemudian diajak Tour Guide saya ke Makale (provinsi yang berbeda dengan Rantepao) untuk pergi ke Buntu Burake melihat patung Yesus Toraja. Perlu diketahui, bahwa patung Yesus di Toraja merupakan patung yesus tertinggi di dunia dengan tinggi 40 meter dan terletak di ketinggian 1100 mdpl. 


Patung Yesus Toraja, Buntu Burake
Setelahnya, kami pergi untuk makan siang ala-ala tepi sawah Toraja. Menarik tentunya untuk dapat berbicara banyak dengan sang Tour Guide yang memiliki wawasan dan interpretasi yang luas. Di siang harinya, kami pergi ke atas bukit untuk menikmati pemandangan Toraja. Dalam perjalanan, sang Tour Guide seringkali membahas bahwa Toraja dulunya memiliki turis asing sebanyak Bali. Namun sayangnya, periswtiwa bom Bali mereduksi jumlah turis asing Toraja dalam skala yang cukup besar bahkan hingga sekarang. Hari pertama berakhir dengan kami yang melihat pemandangan indah Toraja dari dataran tinggi, lalu tiba di kedai kopi pada sore harinya. Saya akhirnya tiba di hotel pada sore hari dan langsung check in. 
 
Hari Kedua: Eksplor Bukit Kapur Ollon, Wisata Baru Toraaj Saat Itu!

Sebelum pergi ke Toraja, tentu saya telah meriset wisata-wisata yang dapat saya eksplor di Toraja. Kebetulan, saya menemukan bahwa terdapat wisata baru di Toraja yakni bukit kapur dengan pemandangan yang sangat indah. Bukit tersebut bernama Ollon yang terletak di kecamatan Bonggakaradeng.

Perjalanan menuju Ollon kembali saya tempuh dengan Tour Guide saya. Berbeda dengan kemarin, karena track dari Ollon yang menyulitkan, kami menggunakan motor matic untuk sampai kesana. Kami berjanji untuk bertemu di jam 6 pagi di hotel, sebelum akhirnya berangkat menuju Ollon. Dan perjalanan menuju Ollon bagi saya sangat berkesan dan menarik! 

Akses menuju Ollon bisa terbilang sangat jauh dari hotel saya menginap dan jalanan yang ada sangat... rusak. Untuk mencapai Ollon, saya harus melalui dan menempuh perjalanan sekitar 50km lebih dengan akses jalan naik turun bukit yang dipenuhi dengan jalan berbatu. Alhasil, saya membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam pulang pergi dengan motor untuk dapat mengeksplor Ollon.


my trip my etpentur: perjalanan ke Ollon




Saat pertama kali tiba di area Ollon, saya menemui banyak sekali hewan seperti sapi di perjalanan. Saya tiba di Ollon dan mendapatkan fakta bahwa masyarakat yang tinggal disana masih memiliki batasan untuk akses listrik dimana listrik hanya ada di malam hari pada pukul 7-11 malam. Jangan harap ada sinya disana, karena yang ada adalah pemandangan super indah bukit kapur dimana jika kita memposting gambar kita disana di Instagram dan menuliskan locationnya di New Zealand 'mungkin' banyak yang akan percaya. 


Bukit Kapur Ollon
Perjalanan menuju Ollon memberikan kesan yang teramat sangat menarik bagi saya. Perjalanan tersebut adalah tentang proses dan perjuangan. Yap, butuh effort lebih untuk bisa mendapatkan apa yang kita inginkan tentunya. Sekitar 8 jam diatas motor dengan akses jalan berbatu ekstrim naik turun bukit untuk bisa tiba di sebuah dusun tanpa sinyal yang hanya dialiri listri di jam 7-11 malam adalah sebuah kisa seru yang mungkin akan selalu menjadi kisah berkesan bagi saya.


Hari Ketiga: Negeri Diatas Awan, Beli Oleh-Oleh, Pulang!

Hari ketiga merupakan hari terakhir saya di Toraja sebelum pada malamnya harus menempun perjalanan kembali ke Makassar yang lagi-lagi menggunakan bus pada malam harinya. Pada hari terakhir ini, saya kembali dengan Tour Guide telah memiliki janji untuk pergi ke Kampung Lolai yang terkenal dengan objek wisata Negeri Diatas Awannya. Kabarnya, jika kita datang di pagi hari maka kita berkesempatan untuk menginjak awan karena Lolai terletak di dataran tinggi dimana hembusan angin yang bertiup cukup kuat untuk menghempaskan awan hingga ke daratan.



Saya dan Tour Guide berangkat dari jam 5 pagi untuk memburu awan di jam 6 pagi. Namun sayang sekali, awan yang berhembus pada saat itu tidak sampai terhempas ke daratan. Padahal, saya sudah bersiap dengan sensasi menginjak awan. Lolai menjadi salah satu destinasi yang cukup populer di Toraja karena memang di internet sering kali Lolai dijadikan referensi. Saya dan Tour Guide saat itu mungkin menunggu sekitar 2 jam untuk menunggu awan yang tidak kunjung sampai ke bumi. Setelahnya, kami kembali ke hotel lalu sorenya... kamu pergi ke tempat pembelian oleh-oleh. 

Karena sang Tour Guide memiliki urusan mendadak, kini saya ditemani istri si Tour Guide untuk berkeliling nyari oleh-oleh. Tidak hanya ke tempat oleh-oleh, saya diajak ke pasar tradisional yang cukup ternama di area Rantepao yakni pasar Bolu. Di dalamnya, terdapat banyak  kerbau dan babi yang diperjualbelikan.


Pasar Bolu Rantepao
Setelah berjalan-jalan sebentar di pasar Bolu Rantepao lalu mendapatkan oleh-oleh yang saya inginkan, saya pergi ke kedai kopi Jak Koffie untuk menikmati kopi sebelum berpisah dengan Toraja. Jak Koffie adalah kedai kopi yang selalu saya kunjungi semenjak hari pertama saya di Toraja. Bukan karena saya mengetahuinya, tapi karena pemiliknya adalah teman dari Tour Guide saya. Mungkin saya akan memberikan review tersendiri di post baru tentang Jak Koffie. Yang jelas, saya sangat amat nyaman berada di kedai kopi tersebut dengan vibes dan topik pembicaraan yang sangat menarik dengan ownernya.


Toraja awan
wajib dibawa pulang
Pada akhirnya, sebelum kembali ke Makassar dan menaiki bis malam lagi, saya memiliki beberapa waktu untuk bersantai dan beristirahat sejenak. Saya sama sekali tidak menyesali keputusan saya pergi ke Toraja, dan bahkan sangat mensyukuri pertemuan dengan si Tour Guide. Solo Traveling ke Toraja adalah salah satu pengalaman paling berkesan yang saya miliki sejauh ini. Bukan karena itu adalah pengalaman solo traveling pertama, namun karena eksplorasi tradisi dan budaya yang begitu mengagumkan membuat saya jatuh hati dengan keindahan dan keunikan Toraja. Bagaimanapun, berpetualang sendirian adalah tentang menemukan diri kita sendiri. Bagus buat self development, gitu. 

Dan ketika bis dari Toraja ke Makassar tiba, saya lalu mengucapkan salam perpisahan dengan tour guide saya untuk kembali menghabiskan satu malam lagi di bis menuju Makassar. 

Post a Comment

1 Comments

  1. Perjalanan yang menyenangkan walau solo. Tempat tujuan wisatanya pas sepi, jadi gak terlalu crowded.

    Pemandangannya indah sekali ya, dengan bentang alam yang disediakan.

    ReplyDelete