Tencent mungkin memiliki peran yang cukup besar bagi pertumbuhan bisnis Gojek. Bukan hanya sebagai investor, namun juga inspirator. We Bank adalah bank digital besutan Tencent yang mulai beroperasi pada tahun 2015. We Bank tidak memiliki satu kantor cabang pun kecuali kantor pusat di Shenzhen dan tidak memiliki izin operasi bank. Menariknya, dalam mengoptimalkan bisnisnya We Bank berfokus pada implementasi teknologi Artificial Intelligence seperti menggunakan teknologi pengenalan wajah dan peringkat kredit berbasis big data dan mengeleminasi syarat terkait properti untuk pengajuan kredit ala bank konvensional.
Tidak hanya penggunaan teknologi yang sudah sangat canggih untuk dunia perbankan, We Bank juga berhasil menarik pasar di China dengan menawarkan gaya bisnis yang cukup menjanjikan seperti bisa meminjam uang hingga setara Rp. 6 miliar, proses pengajuan dan pengesahan tanpa kertas dan sangat cepat, dan juga mengintegrasikannya ke We Chat yang merupakan super app besutan Tencent untuk membuat scoring.
Jika berhasil menyentuh pasar Indonesia, model bisnis serupa We Bank bisa jadi akan memecahkan permasalahan geografis yang dihadapi oleh bank konvensional di Indonesia. Menurut data dari SEA di tahun 2019, jumlah penduduk unbanked di Indonesia mencapai sekitar 92 juta jiwa dimana mayoritas tinggal di rural area. Bayangkan saja ada belasan ribu pulau di Indonesia, akan sulit tentunya jika bank harus membangun kantor cabang di masing-masing wilayah di Indonesia. Namun jika ada bank tanpa kantor cabang, mungkin permasalahan tersebut dapat teratasi. Meskipun kalau saya pikir secara logika sehat, pasti akan muncul masalah baru yakni trust issue dari calon nasabah dimana masyarakat konvensional cenderung menganggap sesuatu yang tidak memiliki fisik/fasilitas nyata sebagai hal yang tidak kredibel.
Jadi, Apakah hal yang ditawarkan We Bank ini menjadi hal yang sangat menarik? Tentu saja menarik, apalagi jika berhasil diimplementasikan di Indonesia yang notabene merupakan emerging market terbesar di Asia Tenggara. Sehingga Gojek melalui Bank Jago bisa saja menjadi salah satu pioneer model bisnis serupa ala We Bank di Indonesia. Dan jika Gojek berhasil menjadikan ARTO sebagai the next We Bank, maka wajar rasanya jika pasar begitu bergairh untuk memiliki saham ARTO. Namun nampaknya jika harus direbranding, Gojek mungkin tidak bisa menggunakan nama Go Bank karena nama tersebut sudah diambil oleh brand luar negeri.
Saham ARTO di 2021?
Jika kita berkaca dari analisa Fundamental maupun Teknikal, emiten ARTO ini seperti sebuah anomali. Secara fundamental, laporan keuangannya cenderung selalu rugi bahkan membengkak di sepanjang 2020. Namun, harga sahamnya sepanjang 2020 justru melejit sekitar 1000%. Secara teknikal, agak sulit rasanya untuk memprediksi titik support dari ARTO karena menurut pengalaman saya pribadi emiten ini sering sekali ARA lalu ARB turun sedikit jauh dari titik support dan mantul lagi.
Berbicara tentang PBV, saya setuju jika dikatakan bahwa ARTO ini harganya sudah terlampau jauh mahalnya, namun saya mungkin kurang setuju jika dikatakan bahwa ARTO sudah tidak cuan-able. Karena bagaimanapun, menurut saya kita tidak bisa menganalisa ARTO secara fundamental. Kenapa? Karena ARTO baru saja diakusisi dan akan dirombak model bisnisnya menjadi bank digital. Ini berarti secara logika ARTO belum memiliki fundamental, fundamental mereka tercipta ketika mereka sudah resmi beroperasi sebagai bank digitalnya Gojek. Atau dengan kata lain, jika kita ingin menganalisa ARTO secara fundamental, justru seharusnya kita menganalisa fundamentalnya Gojek sebagai 'entitas' yang akan mengendalikan ARTO. Let's say secara fundamental Gojek pernah memiliki pengalaman dalam mensukseskan entitas financial seperti Gopay, kita lihat bagaijmana growth dari Gopay, prospeknya, manajemennya dan lain sebagainya.
ARTO dapat menjadi referensi sangat menarik yang berkaitan dengan industri teknologi di IDX. Karena bagaimanapun, menurut saya secara personal, ketika startup unicorn/decacorn Indonesia mulai melirik Initial public Offering (IPO), tendensi mereka adalah untuk go public di NYSE (New York Stock Exchange) atau Nasdaq, sementara IDX adalah pilihan kesekian mungkin dengan opsi dual listing. Sehingga mungkin bisa kita interpretasikan bahwa langkah terbaik untuk memiliki saham di industri teknologi di IDX adalah dengan membeli saham yang 'related' dengan startup terkait.
Secara sentimen pun, ARTO banyak sekali dipengaruhi oleh sentimen positif maupun negatif dari aksi korporasi Gojek. Seperti ketika ada kabar rencana merger Gojek x Tokopedia di awal Januari 2021 kemarin, ARTO menjadi emiten yang cukup sensitif untuk bisa ARA. Kedepannya jika ada isu positif maupun negatif dari Gojek, ARTO pun memiliki probabilitas untuk ARA ataupun ARB sesuai dengan isu yang beredar di pasar. Secara pengalaman pribadi, saya masuk ke ARTO di harga yang menurut saya sudah cukup mahal per lembar sahamnya yaitu 4000-an. Namun turned out masih cukup cuanable karena berdasarjab harga pasaran di pertengahan Februari, nilainya masih bisa naik sekitar 100% ke 9000-an.
0 Comments